Kamis, 24 Maret 2011

Humanisasi VS Dehumanisasi

Kasus Humanisasi Masyarakat
Dulu pada tahun 1966, para mahasiswa memulai gerakan Demonstrasi yang akhirnya menumbangkan rezim Orde lama atau kepemimpinan Presiden Soekarno
Pada tahun 1974, iklim demonstrasi itu kemudian mulai redup yang ditandai oleh pergantian kekuasaan dari orde lama ke orde baru, yang dipimpin oleh Presiden Soeharto. Semua orang tiarap cari selamat. Melawan berarti penjara, bahkan kematian. Kalaupun melakukan perlawanan atau demonstrasi itu hanya dilakukan secara diam-diam.
Namun, pada pertengahan tahun 1997, demonstrasi marak kembai hingga saat ini. Bahkan sering kali diwarnai dengan kekerasan.
Begitu banyak aksi demonstrasi yang menjadi kegiatan bayaran sebagai sumber mata pencaharian segelintir orang. Dimana, pendemo bayaran ini diatur oleh organisasi-organisasi tertentu atau oknum yang memiliki kepentingan politis.
Anehnya, masyarakat sekarang lebih mendukung tumbuh dan berkembagnya kekerasan, yang merupakan salah satu bentuk dehumanisasi.
Bagaimana pendapat anda terhadap hal tersebut???


Kasus Humanisasi Pendidikan
Fenomena sekarang, pendidikan justru menjadi ajang pertengkaran dan manipulasi nilai kemanusiaan. Banyak lembaga pendidikan tidak lagi menjadi tempat untuk membentuk manusia yang sahih. Pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia justru memberi contoh dehumanisasi. Ada kesan pendidikan kita tidak lagi menghargai manusia.
Fenomena dehumanisasi dunia pendidikan juga diperkuat dengan tingkat kekerasan yang terjadi di lembaga pendidikan. Dari laporan media massa, tahun 2008, misalnya, terjadi 1.736 kasus kekerasan terhadap anak dan tahun 2009 (1.998 kasus). Kebanyakan kasus tersebut terjadi dalam keluarga dan sekolah. Dengan dalih melatih kedisiplinan peserta didik, sekolah kerap melakukan kekerasan. Sekolah sebagai lembaga pendidikan tidak mengajarkan nilai humanis, tapi justru menjadi ajang penekanan psikologis terhadap anak didiknya.
Fenomena yang terjadi dalam dunia pendidikan seperti sekarang ini tidak akan mampu mengantarkan tujuan pendidikan pada pintunya. Moralitas bangsa yang menjadi tujuan utama pendidikan makin kabur. Output pendidikan tidak lagi menghiraukan nilai moralitas dan kemanusiaan. Sebab, pelaksanan pendidikan sendiri tidak memberikan contoh mendidik dengan baik.



Gejala Dehumanisasi dalam Pendidikan
Gejala dehumanisasi ini berawal dari ketakutan yang tercipta dari sistem pendidikan nasional Indonesia. Guru sudah terposisikan sebagai peragkat dan sistem yang tidak cukup memberikan penghargaan bagi upaya pembaruan, namun justru sangat menghargai tindakan pengukuhan aturan dan sistem. Cermin yang menonjol adalah guru sebagai inovator dan pelopor perubahan di sekolah lebih suka dengan hal-hal yang bersifat seremonial dan rutin ketimbang mengadakan perubahan yang sifatnya mendasar.
Sertifikasi guru yang menjanjikan pemberian insentif dan perubahan kesejahteraan disambut dengan gegap gempita di kalangan para guru, tidak peduli bahwa tindakan itu diwarnai kecurangan penyediaan dokumen portofolio, stres berkepanjangan, bahkan saking sibuk dengan urusan sertifikasi melupakan tugas utamanya sebagai pendidik. Sekali lagi, guru begitu bersemangat jika perubahan itu untuk diri mereka sendiri, sementara jika perubahan itu demi kemajuan pendidikan dan peserta didik responnya setengah hati.


Dampak Dehumanisasi Pendidikan
Maraknya kekerasan, praktik aborsi, pornografi, tawuran, pelanggaran etika dan norma-norma sosial lain yang banyak terjadi di kalangan pelajar menunjukan telah terjadi dehumanisasi pendidikan di hampir setiap jenjang pendidikan. Kondisi itu terjadi sebagai bukti dari dampak orientasi pendidikan yang belakangan hanya sebagai komoditas kekuasaan dan juga kepentingan bisnis semata.
Akibatnya:
1.      Proses pendidikan tidak hanya menjadikan guru sebagai instruktur dan pawang semata, tetapi juga mengedepankan nilai kuantitas ketimbang nilai-nilai kemanusiaan dalam barometer pembelajaran,
2.      Pendidikan lambat laun pun seiring mengarah pada komersialisasi pendidikan. ”Ini misalnya, terjadi di hampir semua institusi pendidikan yang melakukan pungutan-pungutan liar di luar biaya sekolah,
3.      Arah kebijakan pendidikan nasional saat ini pun seiring berubah, yakni lebih mengedepankan aspek kuantitas ketimbang nilai-nilai humanisme (kemanusiaan).
4.      Proses pembelajaran peserta didik yang hanya diukur melalui ujian nasional (UN) untuk menentukan kelulusan seorang peserta didik, sehingga siswa hanya dikejar dengan target-taget semata daripada pentingnya nilai etika dan estetika
5.      Banyak siswa dan mahasiswa yang terjebak dalam kekerasan, juga terjebak dalam degradasi moral, baik di sekolah maupun di luar sekolah

Solusi Dehumanisasi Pendidikan
Dalam mengatasi dehumanisasi hal yang paling penting adalah memanusiakan kembali manusia (humanisasi) sebagai makhluk pribadi dan makhluk sosial yang mampu mengangkat nilai-nilai kemanusiaan dengan menjadikan agama sebagai pegangan hidup.


 Pertanyaan Yang Telah Didiskusikan:
1.      Seberapa pentingnya humanisasi dalam kehidupn manusia?
Humanisasi sangatlah penting dalam kehidupan manusia. Dimana humanisasi ini merupakan proses bagi seorang anak untuk menumbuh kembangkan kreatifitasan dan pemikiran-pemikiran lain. Humanisasi itu bisa disebut memanusiakan manusia
2.      Mengapa siswa dan mahasiswa termasuk kaum tertindas, yang dilihat dari segi siswa itu diatur oleh sistem pendidikan yang ada? Bukankah sistem itu baik?
Karena Paulo Feire berfikir bagaimana peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya dengan adanya sistem yang mengatur atau bahkan membatasi gerak-gerik anak didik. Karena manusia merupakan objek dari sistem pendidikan.
3.      Bagaimana Kaum penindas ini tidak menindas dan kaum tertindas tidak ditindas, serta tidak muncul penindas-penindas baru?
Dalam mengatasi dehumanisasi hal yang paling penting adalah memanusiakan kembali manusia (humanisasi) sebagai makhluk pribadi dan makhluk sosial yang mampu mengangkat nilai-nilai kemanusiaan dengan menjadikan agama sebagai pegangan hidup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar